Thursday, November 22, 2007

My favorite Christmas Song

Natal hampir tiba, semangatnya mulai terasa di banyak tempat, khususnya di pusat-pusat perbelanjaan. Kemaren aku dan temanku jalan ke Centro, poster, spanduk yang bertuliskan “I Love Christmas” ada di mana-mana. Cowo bule ganteng, mengenakan jas yang sangat pas menutupi badannya. Senyumnya membuat hati semua perempuan (ah, sebagian besar mungkin, karena saya tidak. Mungkin karena saya merasa dia tidak tersenyum untuk saya?) meleleh. Poster lain, perempuan dengan gaun tali spaggeti warna ijo dengan semacam obi (? maaf saya sangat tidak mengerti banyak istilah dalam mode) bisa membuat hati semua cowo mengatakan kan kubeli semua isi Centro untuk menyenangkanmu, Sayang.

I love Christmas. Menarik untuk dibahas. Which Christmas do you love, dude? Which one? The real Christmas or... the one that we've been creating for centuries?


Menuliskan ini, membuat sakit hatiku. Mungkin karena aku sedang membaca buku perjalanan Nawal El Saadawi? Dia menceritakan kemiskinan di negara-negara yang dia datangi, mulai dari Mesir, Iran sampai ke India. Saya masih belum menemukan jawaban kenapa dia tidak menulis perjalanannya ke Indonesia, padahal dia pernah datang. Intinya dia menceritakan, di belahan dunia manapun ada kemiskinan dan orang-orang kaya yang menghisap dari orang miskin, entah mereka penguasa, pengusaha, atau alim ulama.


Kembali lagi, mungkin ini yang bikin aku gregetan ketika melihat poster baju bagus, lagu-lagu yang diputar, misteltoe (ingat semua cerita romantis, berciuman di bawah misteltoe?), patung sinterklas dan raindeernya, frosty the snowman dan banyak pernak-pernik natal lainnya.


Tunggu dulu, bukannya Natal itu berarti memperingati hari lahirnya Yesus Kristus, sang Juruslamat? Kalo ga salah ingat, aku sangat rajin sekolah minggu, dan tiap menjelang Natal, guru sekolah mingguku selalu cerita Dia dibaringkan di palungan (manger). Perdebatan seputar kandang masih rame, karena banyak ahli bilang, tidak ada ayat Alkitab yang menyebutkan Dia dilahirkan di kandang domba (CMIIW). Ayat hanya menyebutkan dia dibaringkan di palungan.


Ingat miniatur yang selalu mengiringi Natal di tahun 80-an? Kandang domba, domba dan palungan, lalu 3 orang majus (padahal di Alkitab ga pernah bilang 3, cuma bilang persembahannya yang 3), para gembala berikut dombanya.


Aniwei, Yesus dilahirkan bukan di tempat yang mewah, buktinya dia dibaringkan di palungan. Lalu, lihatlah, orang pertama yang diberitaka tentang kelahirannya adalah para gembala. Gambaran miskin, keras kepala, tolol dan banyak stereotipe miring lainnya. Tapi mereka yang dapat sukacita Natal pertama.


Orang majus? Yang kaya dan pintar itu? Mereka mengikuti petunjuk bintang. Sampai beberapa tahun kemudian, lihatlah, Alkitab menyebutkan anak, bukan lagi bayi ketika mereka bertemu. Ingat bahwa Herodes membunuh semua anak dibawah 2 tahun supaya Yesus bisa terbunuh? Jadi... mereka sampai beberapa tahun kemudian.


Saya ngelantur. Intinya adalah, sukacita Natal pertama dialami para kaum gembala. Kenapa bukan orang-orang penginapan di sekitar situ ya?


That's the real Christmas, buddy! Kesederhanaan. Seperti lagu Natal favoritku (ah, akhirnya!) Away in the Manger. Semua Kristen pasti pernah dengar lagu ini. Manis menurutku. Mengingatkanku pada ulangtahun siapa yang aku rayakan.


Away in the manger, no crib for a bed, the little Lord Jesus laid down His sweet head;
the stars in the sky looked down where He lay, the little Lord Jesus, asleep on the hay.


The cattle are lowing, the Baby awakes, but little Lord Jesus, no crying He makes;

I love Thee, Lord Jesus! Look down from the sky, and stay by my cradle till morning is nigh


Be near me, Lord Jesus, I asked Thee to stay close by me forever, and love me, I pray;
bless all the dear children in Thy tender care, and fits us for heaven, to live with Thee there.


Tidak ada yang tahu siapa penulis lagu ini. Awalnya diberi judul 'Luther's Cradle Hymn” karena orang berfikir lagu ini ditulis oleh Martin Luther untuk anaknya sendiri dan disebarkan oleh seorang ibu Jerman. Namun penelitian membuktikan hal itu tidak benar (Amazing Grace, Kenneth Osbeck, Kregel Pubilication, 2002).


Tetap saja ini lagu yang manis menurut saya. Saya suka mengulangnya berkali-kali, mengingat bahwa Dia, yang ulang tahunnya saya rayakan, tadinya lahir di tempat yang sama sekali tidak layak, untuk seseorang yang kemudian karena keimanan saya, saya panggil Rajaku.


Lalu, ajaran manakah yang saya gunakan ketika saya merayakan hari lahirnya dengan semua kemewahan? Makan malam dengan baju baru, setiap tahun, beli ini dan itu. Rasa-rasanya sinterklas jauh lebih populer di hari Natal dibandingkan Yesus sendiri. Ketika kita kecil, kita selalu berharap kehadiran Sinterklas untuk memberikan semua hadiah yang kita harapkan. Ketololan waktu kecil, aku selalu menyediakan kaus kaki di depan pintu rumah, berharap Santa meninggalkan hadiah Natal buatku. Dongeng anak kecil


Mitos Natal untuk orang dewasa? Siapa bilang ga ada? Misteltoe, man! Berciuman di bawah misteltoe? Belum pernah dengar? Ah, berarti kamu ga pernah nonton film-film Natal. Kurang banyak. Masa lupa dengan semua boneka saljut, krans Natal, misteltoe, perapian, sofa hangat, eggnog dan santa. Dongeng barat!


Betapa Natal sudah kehilangan semangatnya. Semangat memuji Dia, bersyukur untuk kehadirannya. Semangat melihat ke 'bawah', seperti Kristus melihat kita yang hina, kenapa kita tidak membagikan apa yang kita punya kepada mereka yang di 'bawah' kita? Dan ketika melakukannya, we really mean it? Bukan karena latah dengan ulah para artis?


Semangat yang hanya 2 minggu terakhir di tiap akhir tahun, kita gunakan untuk belanja, memuaskan semua keinginan kita. Makan semua yang kita mau makan. Tertawa di sana sini dengan semua yang sederajat dengan kita. Mereka yang di 'bawah', para 'gembala' tidak menerima sukacita itu. Mereka tetap di tempatnya, memandang kita penuh tanya, apa yang membuat kita bahagia setiap akhir tahun, sekitar tanggal 20-an? Mereka tidak tahu.


Ya, apa sebenarnya yang membuat kita bahagia? Kalau memang kelahirann-Nya yang membuat kita bahagia, kenapa kita merayakannya dengan membiarkan Dia di pojok sana dan justru lebih memperhatikan Santa dan mistletoe?


Kita menghianati Natal. Kita menghianati-Nya.


Maaf Tuhan Yesus... sampai sekarang ternyata Kau masih di palungan. Dan sendirian.


Away in the manger, no crib for a bed, the little Lord Jesus laid down His sweet head;

Friday, November 09, 2007

Serial Yogya-Pantai Gunung Kidul


Fuuuuiiiiih!! Pantainya luar biasa cantiiiiiiiik.... Gunung Kidul loh ya, bukan Parangtritis yang pantainya item dan kotor. Hiiii...

Memandangi bintang di malam hari, ditemani semilir angin dan hangatnya api unggun. Plus permainan tebak kata atau apapunlah bersama teman-teman, belum lagi ikan goreng yang luar biasa segar dan sambel yang nendang banget.

Man!! I love Yogya!!

Serial Yogya-Teman-temanku!!


Ga bisa kubayangkan apa yang akan terjadi bila ga ada temen-temen segila ini, seheboh ini, seasik ini dan senarsis ini di kantor Jogja. Merekalah yang membuat aku semangat ke kantor ketika membayangkan bos yang ga asik (ups!) atau program yang susah atau laporan yang ga kelar-kelar (lha, itu mah salah sendiri).

Teman seperti mereka, yang sangat-sangat unik. Beberapa dari mereka bisa kalian temui di www.berawaldijogja.blogspot.com dengan cerita yang asik punya. Ada yang sangat drama queen, artinya, semua bisa dibesar-besarkan. Ada yang sangat badut, selalu bisa melihat sisi lucu dari suatu kejadian. Ada juga yang sangat diplomatis, kebalikan dari drama queeen itu, dia selalu menceritakan semuanya dengan datar, ga peduli dia mau cerita kebakaran, tabrakan, atau cerita seru lainnya.

Trus ada juga yang sangat pendiam, suka ngomong muter-muter. Cuma mau bilang dia sayang sama seseorang, bisa nulis blog berlembar-lembar, yang hasilnya, tidak satupun memahami apa yang dia tulis, wkekekekee.

Fuuuiiiih... menyenangkan rasanya dengan semua persahabatan yang ada. Well, walaupun temen kantor jadi temen maen, ga papa de... itu artinya mereka emang menyenangkan kan? Temen kantor juga seru banget, bisa bayangkan kita pernah bikin kegiatan 17-an dengan acara lomba dandan, yang didandani itu cewe-cewe oleh cowo-cowo yang bahkan ga bisa membedakan mana eyeshadow yang mana blush on.

Ketika nanti aku meninggalkan Jogja, satu yang ga bakal bisa hilang... teman-teman. Karena mereka akan kubawa ke manapun... secara kiasan.

Serial Yogya-Angkringan

Hal pertama yang aku suka tentang Jogja adalah, banyak banget angkringan yang enak. Aku paling suka teh jahe... apalagi kalo lagi dingin atau bete... enak banget.

Angkringan pertama yang aku datangin, tentu saja yang dekat kostku di Gejayan. Biasa aja. Kali kedua, temenku yang dulu tinggal di Jogja and udah pindah ke Jakarta membawaku ke Angkringan di depan BCA dekat stasiun tugu, aku langsung jatuh cinta sama teh jahenya. Dia bilang itu belum seberapa. Hah??

Angkringan berikutnya adalah angkringan di dekat stasiun tugu. OMG, tehnya enak banget. Suasananya juga nyaman dan adem. Ga ada tuh kendaraan yang lewat ngebut di depan trotoar tempat kita nongkrong. Gorengan dan nasi kucingnya juga nyummy. Aku sampe bolak balik ke sini. Salah satu tempat favorit kita.

Ah, iya, ada lagi yang enak. Angkringan Pakualaman. Di lapangan depan museum Pakualaman situ d. Makan indomie rebus plus teh jahe, enak banget. Pernah pengen nangis waktu makan nasi kucing pake terinya. Sumpah mati pedes banget kekekeke.

Yang mana lagi ya? Oh iya, ini yang paling enak teh jahenya. Angkringan Lek Min di Bugisan. Teh jahenya enaaaaak banget. Luar biasa. Cuma jauh banget tempatnya. Baru dua kali ke sana, itu juga karena temenku yang dari Jakarta itu datang, jadi berani keluar malam dengan motor. Enak banget. Nasi apa tuh, brongkos? Nah... itu juga enak banget. Enak banget, enak banget. Ada yang mau ngajak aku ke sana?