Wednesday, April 02, 2008

Serial Jogja-Mbatik

Rasanya ada yang kurang kalau tinggal di Jogja lebih dari setahun tetapi aku tidak mencoba membatik. Apalagi banyak orang bukan Indonesia yang sekarang bisa membatik. Plus, aku ga suka kalo orang besok-besok bilang batik bukan dari Indonesia terbukti karena tidak ada orang Indonesia yang suka batik. Alasan lain, suka pake batik... kenapa ga coba bikin desain sendiri?

Maka berangkatlah kami ke tempat kursus batiknya temenku di Imogiri. Pak Guru yang baik hati itu, dipanggil temennya dengan ****cacing (4 huruf pertama aku hilangkan hehe). Membuat batik ternyata tidak semudah yang kami bayangkan. Padahal sebelumnya aku sudah tahu kalo bikin batik itu susah, pas dilakoni, ternyata lebih susah!! Dia menceritakan proses membuat batik dan mengijinkan kami melihat seorang ibu yang sedang membuat pola dengan malam.

Selanjutnya, kami diajari membuat pola yang kami inginkan terlebih dulu. Kebanyakan kami menggambar (atau menjiplak) bunga, atau motif batik standard lainnya, seperti kawung. Ibenk, temen kita malah membuat alien, katanya ini desain batik modern. Ga salah kok, kata gurunya.

Langkah berikutnya adalah menimpa pola yang sudah kami buat dengan malam atau lilin. Prinsipnya, malam akan mencegah serat kain dalam menyerap warna. Sehingga bagian yang diberi malam tidak akan berubaah warna meski nanti dicelup warna. Bagian ini luar biasa susah. Rasanya pengen nangis waktu melakukannya. Malam itu panas. Biar ga terlalu encer, kudu ditiup. Kalau sudah beku, dia ga akan mengalir, cantingnya akan tersumbat. Kalau memegang cantingnya terlalu ke bawah, malamnya bisa jatuh dan menodai kain yang tadi sudah diberi pola, sehingga membuat pola baru. Aku jadi mengerti mengapa batik tulis itu suka ga sama gambarnya, selain karena proses menggambar, juga karena kadang-kadang 'kecelakaan' jatuhnya malam akan mempengaruhi pola gambar. Nah, sebagai pemula, 'kecelakaan' malam yang kualami jauh lebih sering dari yang seharusnya.

Kelelahan dengan proses malam itu, kami membiarkan proses pewarnaannya pada ahlinya, sambil kami menikmati makan siang yang luar biasa pedas dan enak hehehe. Ternyata, hasil yang tadinya kami kira akan hancur-hancuran, lumayan juga. Ga bagus, tapi lumayan untuk pemula. Ini kembali memompa semangat kami untuk membuat desain sendiri. Membatik emang susah, tapi kalo serius, semua orang bisa melakukannya. Lihat saja hasil karya kami.

Tuesday, April 01, 2008

Mbah Merapi Pagi ini

Mbah Merapi pagi ini, berdiri malu-malu
ga cerah seperti biasanya, sedikit berkabut
tapi terlihat semuanya. Jadi seperti warna hijau pupus
murung, tapi mencoba tersenyum.

Mbah Merapi pagi ini,
ditemani awan putih, menggantung setengah
malu-malu
tapi tetap terlihat,
mirip gadis remaja yang sedang digoda kecengannya

Mbah Merapi pagi ini,
seperti yang aku lihat minggu lalu,
berdiri kekar, tegas dan sombong
tapi juga murung...

Rasa sedih tiba-tiba hinggap di hatiku,
lebih setahun yang lalu, waktu aku pindah ke sini
aku berdoa, "Tuhan, biarlah Jogja menjadi tempat perhentianku,
biarlah ini menjadi rumahku. Karena aku yakin aku pasti akan menyukai Jogja."
Ketika akhirnya aku tinggal di sini, aku mencintai Jogja
aku berharap aku bisa tinggal di sini
menatap Mbah Merapi dengan semua mood yang dia punya.

Yang sombong, gagah, atau kadang malu-malu
atau yang ngambek, sembunyi dari semua orang
meski ketika aku mendekatinya.
Rasanya aku punya banyak list mood si mbah dalam setahun ini.

Mbah Merapi pagi ini...
tersenyum tulus, tetapi tidak lebar
Apakah dia sedang mengatakan, "Kita akan bertemu lagi,"
atau dia sedang bilang, "Di sana kamu juga akan senang kok,"
atau mungkin, "Kamu akan tetap di sini, percayalah."

Mbah Merapi pagi ini,
aku percaya yang terbaiklah yang terjadi untukku.