Selama empat hari tinggal di Dodola, bangun pagi yang pertama kami lakukan adalah langsung mengenakan pakaian renang, mengoleskan sunblock dan berjalan ke pantai. Kadang angin terlalu kencang dan terasa dingin, makan sarung pantai yang tadinya untuk gaya-gayaan sekarang untuk menutupi leher, biar ga batuk kata mama (halah!).
Meski sudah beberapa bulan tinggal di Maluku Utara, sering melihat ikan, masih aja aku berteriak setiap kali masuk ke air dan bertemu ikan. Ada banyak ikan yang serasa menemani kami berenang dan semuanya ada di buku Agi tentang ikan-ikan karang di lautan tropis. Jadi, setiap kali habis berenang, kami selalu memelototi bukunya dan sibuk menunjuk ikan yang mana saja yang ditemui. Mulai dari ikan kue, ikan strip-strip hitam kuning (ga ingat namanya) sampe lion fish. Pagi hari ketiga, aku bahkan menemukan bangkai anak penyu hijau di pantai. Sedih melihatnya. Sorenya kami bertanya ke Om Jony dan dia bilang, beberapa waktu yang lalu penyu sering bertelu di tempat itu. Dan banyak masyarakat sekitar datang lalu mengambil telurnya.
Bicara pelestarian hewan-hewan cantik dan terancam punah itu di sana membuat aku rada nyesek. Sambil memandang bintang yang sangat banyak dan sangat terang (mungkin karena tidak ada lampu di pondok) kami masih mendiskusikan penyu, kepiting kenari dan ikan pari. Rasanya mendiskusikan hewan-hewan yang terancam punah sangat kontras dengan manisnya malam. Apalagi ketika kami disuguhi ikan bakar yang manis dan nikmat. Seger dengan dabu-dabu. Sayur yang langka di pulau ini tiba-tiba ada di meja makan karena Om Jony baru belanja di Morotai. Sambil makan, aku jadi ingat, siang tadi beberapa kali kami mendengar bunyi bom. Ya, benar banyak nelayan masih menggunakan bom untuk menangkap ikan. Mudah-mudahan ikan yang sedang aku kunyah tidak ditangkap dengan bom. Tidak heran kalo selama berenang, disamping ikan yang cantik, kami juga masih melihat sisa-sisa karang bekas bom. Aku ingat beberapa bulan lalu waktu ke Pulau Maitara, semua karang sudah tidak tersisa. padahal kata Agi kunjungannya tahun lalu, karang dan ikannya masih banyak. Habis karena bom tentu saja. Indonesiaku... kapan alam indahnya bisa dipelihara?
Beberapa kecelakaan tetap saja terjadi. Dihari kedua, kulitku rasanya panas sekali. Meski sudah mengoleskan sun block sebelum keluar rumah ditambah mengoleskan krim lidah buayanya Agi setelah mandi sore, tetap saja panas sampai hari berikutnya. Terbakar... terkelupas dan belang di sana sini. Uuuh... hitam aja ga jadi masalah, secara temanku pernah bilang aku lebih seksi dengan kulit gelap (ehem), tapi aku paling ga tahan liat kulit yang terkelupas. Hiks. Anyway... kulit yang terkelupas sama sekali tidak mengurangi jatah mandi di laut. Teteuuuup.
Mas Imam berbaik hati mengantar kami ke pulau Koloray, pulau sebelah Dodola. Karang di sana... astaga... cantik!! Lautnya sangat-sangat dangkal, beberapa kali katiting menabrak karang. Akhirnya Mas Imam turun dan berjalan kaki sambil menuntun (? aku tidak menemukan kata yang tepat) katinting. Kami sibuk memandang ikan dan karang sambil membantu pak nelayan mencari kerang (yang nemu sudah pasti Agi).
Pengalaman terkena ubur-ubur baru pertama kali kualami. Tiba-tiba saja, ketika kami berenang di pulau dua (dua pulau sangat kecil yang berdekatan dalam perjalanan kembali ke Daruba-Morotai) aku merasa sengatan yang sangat banyak di sekitar tangan dan wajahku. Berkali-kali sampe berteriak panik. Lebih karena panik dan takut, akhirnya aku berenang ke tepi. Di darat, Agi langsung konfirmasi kalo tadi memang ubur-ubur. Banyak sekali. Huuuaaa... Setelah sakitnya agak berkurang, kembali berenang lagi yuuuuk.
Pertualangan berikutnya sama menariknya. Kami benar-benar bertemu ikan pari kecil di Pulau Dua. Seperti anak kecil kami lari-lari ke Om Jony... Oooom... tadi kita ngeliat ikan pari. Oh ya? katanya tenang, kok ga ditangkap? dia ngeledek. Yeeee...
Pertualangan manis akhirnya berakhir setelah empat hari di Dodola. Sehari setelah Lebaran Om Jony mengantar kami kembali ke Morotai. Hiks... kok sedih ya. Pertualangan ditutup manis dengan mampir ke Pulau Zum Zum, melihat gua McArthur lalu untuk pertama kali bertemu ular laut. Kyyyaaaa... aku langsung membatalkan niat berenang di pulau itu. No way!!
Panas matahari menemani kami mengitari pulau-pulau di sekitar dalam perjalanan pulang. Melewati Pulau Dua... mesin mati!! Selamat... sekeras apapun Om Jony mencoba tetap tidak bisa. Maka... MARI KITA MENDAYUNG sodara-sodara. Empat kilometer!! Tentu saja Om Jony yang mendayung lebih banyak, kita mah sibuk mendayung (pake fin wekekeke) sambil tetap sibuk memandang karang, ikan dan ubur2 yang berseliweran kaya konvoi. Such a nice trip. Seperti kata McArthur: I shall be back!!