Wednesday, September 18, 2019

Uganda: Sipi Waterfall dan Mencoba Gaya Rambut Baru (Part-1)

Oh My God1 Where have I been? Blog ini kubiarkan nganggur sampe selama itu? Tulisan terakhir 2014? Eh buset, ketahuan malesnya ya. Nulis blog kaga, nulis thesis juga engga hahaha.

Okeh, semangat mau mulai nulis lagi. Sejak 2014 sampe sekarang mau nulis tentang apa dulu? Kayanya mau mulai nulis tentang Afrika ya. Kaya lagunya Shakira waktu piala dunia yang sebelumnya, sebelumnya dan sebelumnya lagi.


Tsamina mina zangalewa
'Cause this is Africa
Tsamina mina eh eh
Waka waka eh eh
Dulu, kalau ada yang nanya sama aku bucklet list untuk negara, maka aku akan jawab salah satunya adalah Afrika. Oh yes, I know, Africa is not a country, what I mean is I want to visit any country in Africa. Jadi saat pak boss menawarkan ke Afrika untuk (again) belajar tentang value chain kopi di sana, rasanya ingin kupeluk dia dengan bahagia!
Uganda menjadi tujuan perjalananku saat itu. Sempat ada tawaran sekaligus berkunjung ke Kenya. Entah kenapa waktu itu aku memutuskan untuk tidak bergabung karena durasi perjalananya yang bisa dua minggu. Dan selalu percaya, kalau merasa belum selesai dengan satu tempat, pastinya akan kembali suatu waktu nanti (amiiin!).
Dari bandara di Kampala, aku langsung dijemput dan dibawa ke Mbale, kota lain yang jaraknya sekitar 3 jam dari Kampala. Mampir buat makan siang di restoran, aku membeli kentang goreng dan ayam. Kesan pertama: eh buset, porsinya besar amat ya! Perjalanan menuju Mbale was not bad at all, in fact, I really enjoy it (jawaban klise kalau ditanya: how was your trip? hahaha). Tapi benar kok, aku menikmati karena memang itu pengalaman baru: rumah-rumah penduduk, pasar, pertokoan bahkan landscapenya. 


Satu pemandangan umum dalam perjalanan, rumah penduduk

Rumah tradisional, yang katanya jadi lumbung juga dan rumah saat ini
Sejauh mata memandang, entah kenapa, aku tidak merasa aku di Afrika. Well, kecuali saat melihat orang di kiri kananku yang berperawakan besar, kadang berambut keriting atau plontos. Ngomong-ngomog soal rambut, aku langsung memutuskan untuk mencoba model rambut itu. Balik ke merasa tidak di Afrika, karena suasananya, mirip kaya di Indonesia: kendaraan, cuaca panas yang lembab, pasar yang rame dan tidak teratur dan buah-buahan yang dijajakan di pinggir jalan. Oh, plus pedagang pinggir jalan itu, akan mengerubuti mobil yang berhenti yang ingin membeli. Sangat Indonesia, ya.
Hotel di Mbale cukup jauh di atas ekspektasi saya. Keren. Sebelum berangkat, saya dibriefing kantor untuk membawa kelambu karena benua ini terkenal dengan endemik malarianya. Ternyata di kamar hotel sudah disediakan kelambu. Juga di hotel di Kampala.
Kelambu di Mbale

Kamar Hotel di Kampala



Semacam gazebo di belakang hotel, biasanya saya dan teman saya bekerja di ruangan ini sambil menikmati minuman hangan atau dingin tergantung cuaca

Suasana belakang hotel di Mbale yang nyaman banget. Makan siang biasanya diadakan di halaman belakang, serasa pesta kebun
Teman saya sudah mengatur perjalanan untuk mengunjungi tempat wisata terdekat, Sipi waterfall. Kayanya ini perjalanan mengunjungi air terjun yang ternyaman yang pernah saya alami. Bayangkan, lokasinya hanya berjalan 5 menit dari parkiran hahahaha. Jadi, saya tidak perlu menuliskan: perjalanan panjang itu terbayarkan dengan pemandangan yang luar biasa hahahaha. Asli basah begitu dekat air terjunnya. Dan percikan-percikan air itu membuat pelangi serasa sangat dekat, nyaris bisa disentuh. Well, bisa disentuh sebenarnya.
The wonderful Sipi Fall


Cukup tentang hotel dan tempat wisata (yang tidak banyak aku kunjungi). Mari bicara sedikit tentang makanan yang ada. Karena, kalau bicara jalan-jalan, ga lengkap kalau tidak cerita makanan yang biasa ada di sana kan ya? Matoke adalah makan pokok di sana, sejenis pisang yang direbus lalu dihaluskan. Rasanya? Ya kaya pisang. Matoke disajikan dengan protein dan serat sayuran kadang dengan salad juga. Aku sih selalu mencari sesuatu yang baru ya, kadang mereka menyajikan nasi, yang tidak aku sentuh, karena pengen mencoba makanan baru. Apakah aku menyukai matoke? Oh well, kalau disuruh memilih mash potato dan mash banana ini, kayanya aku akan memilih mash potato, if you know what I mean.


Makan siang pertamaku di Mbale: Matoke dengan ayam bakar dan kari sapi dengan sayuran dan salad

Sewaktu berkunjung ke desa, di pasar desa (semacam pekan kalau di pasar Sumatra), ada pemandangan yang menarik, aku menemukan samosa dan chapati! Aku sampai takjub dan bertanya: really chapati dan samosa? Mereka bilang, mereka dapat banyak pengaruh India di sini. Bahkan di Kenya (kata teman yang dari Kenya - yang saya sempat diomel-omelin karena ga mampir sana) lebih banyak lagi keturunan India yang sudah tinggal di Kenya dari generasi ke generasi.




Okeh, akan dilanjutkan nanti dengan perjalanan ke desa dan gaya rambut baru saya.

No comments: